Tampilkan postingan dengan label jawa tengah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jawa tengah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Juli 2018

Ciu Bekonang solo , minuman lambang perlawanan di era kolonial

 
Indonesia memang negara yang sangat kaya budaya dan tradisi. Dari pakaian, rumah adat, upacara tradisional, sampai ke urusan makan dan minum. Banyak daerah di Indonesia yang mempunyai minuman tradisional dengan ciri khas masing-masing yang sangat lekat dengan budaya setempat, baik itu yang mangandung alkohol maupun non alkohol. Dan salah satu yang cukup dikenal oleh masyarakat luas adalah minuman beralkohol jenis ciu dari Bekonang, sebuah dusun yang terletak di sebelah timur laut Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Ciu berbeda dengan arak, walaupun mempunyai cara fermentasi yang hampir sama. Ciu berbahan dasar tetes tebu, sedangkan arak berasal dari beragam sari buah yang difermentasikan. Sebuah minuman tradisional khas Solo dan sekitarnya .

Orang Solo sering menyebut minuman tradisional itu dengan sebutan Ciu. Karena “pabrik-pabrik” nya banyak ditemui di kawasan Bekonang – Sukoharjo (sebuah daerah kawasan pinggiran Solo) tak sedikit yang menyebutnya dengan sebutan Ciu Bekonang.
Gimana caranya bikin Ciu, sejujurnya aku tidak mengetahuinya. Namun, setelah saya coba googling kesana kemari, saya peroleh sedikit referensi singkat tentang proses membuat minuman Ciu ini. Simpel-nya, cairan berisi campuran gula kelapa, tape singkong, dan lalu dilarutkan dan dicampur ke dalam sebuah panci yang dibakar di atas perapian. Setelah itu, panci ditutup. Kemudian tutup panci tersebut dihubungkan dengan pipa bambu, lantas disalurkan melewati air dingin. Selanjutnya di ujung pipa ditempatkan gelas kaca besar berukuran 2-3 liter untuk menampung air hasil sulingannya. Demikian sedikit referensi tentang proses pembuatan minuman Ciu.
Referensi pihak ketiga
Ciu Bekonang bukanlah sebuah jualan satu arah. Dari sekian banyak industri ciu rumahan yang ada di sana, beberapa memang menjualnya kepada industri yang lebih besar, tapi ada juga yang menjualnya secara eceran kepada para pelanggan. Sejarah munculnya industri ciu Bekonang ini tidak lepas dari budaya mabuk dalam kehidupan masyarakat Jawa, terutama Surakarta. 
Aktivitas pesta miras ternyata sudah lama berkembang di pribumi Nusantara. Dalam sebuah naskah kuno Negarakertagama yang ditulis pada zaman keemasan Majapahit, diketahui bahwa minuman keras pada masa itu selalu menjadi bagian dari perjamuan agung di kraton-kraton. Marbangun Hardjowirogo dalam buku yang berjudul Manusia Jawa (1984) memberi keterangan singkat bahwa Solo di tahun 1920-an sudah bisa menghasilkan jenewer yang merupakan penjawaan dari kata Belanda, jenever, di sebuah daerah di seberang selatan Bengawan Solo, yaitu Bekonang. 


Baca juga : Soto trisakti solo, kuliner yang melegenda dari generasi ke generasi


Kemunculan ciu Bekonang berkaitan erat dengan berdirinya pabrik gula Tasikmadu di Karanganyar yang kala itu merupakan aset penting Pura Mangkunegaran, Solo. Dari pemrosesan tetes tebu yang sedemikian rupa, terciptalah air memabukkan khas Bekonang yang disebut ciu. Saat itu, pembuatan ciu dikerjakan secara sembunyi-sembunyi walau kadar alkoholnya masih rendah. Awalnya, alkohol diproduksi untuk minuman keras dan mabuk-mabukan. Ini akibat pengaruh hegemoni kraton yang kerap mempunyai gelaran acara pesta panen raya maupun penyambutan tamu kerajaan dengan mengadakan pesta dan tarian tradisional seperti tayub. Diriwayatkan oleh Triknopranoto dalam Sejarah Kutha Sala, bahwa tempo dulu setiap ada acara tayuban, kerap terjadi tawuran, sebab mereka yang berjoget sering lepas kontrol karena kelebihan menenggak ciu. Sehingga wajar apabila muncul konotasi buruk mengenai kehidupan kraton dan priyayi di mata Belanda kala itu. 

Desa Bekonang sempat pula menjadi sasaran operasi Belanda. Razia yang digelar lima tahunan (1920–1925) melibatkan pamong setempat sebagai mata-mata. Saking semangatnya mengintai sasaran, para mata-mata ini sering tidak akurat dalam memberikan informasi dengan melaporkan pembuat tape singkong sebagai “produsen arak gelap”. Seiring bertambahnya waktu, ciu Bekonang pun kian populer karena sudah mempunyai pasar serta pelanggan yang tetap. 

Di era kini, bila Anda menyusuri Jalan Ciu, sebuah jalan di daerah Bekonang, Anda akan banyak menjumpai warung-warung yang menghidangkan ciu dengan aneka rasa. Misalnya ada istilah Cisprite, yaitu campuran ciu dengan minuman ringan merek Sprite dengan perbandingan 1:1. Selain itu, ada juga Cikola sebagai campuran ciu dan Coca-Cola, Ciut (ciu dengan Nutrisari), Cias (ciu dengan wedang asam), Ciu 3 Dimensi (campuran ciu, bir dan minuman Kratingdaeng), Ciu 4 Dimensi (ciu, bir, Kratingdaeng, dan Sprite), serta Kidungan (ciu dengan campuran air rendaman tanduk kijang). Jenis terakhir inilah yang diyakini sebagai obat kuat.

pada tahun 1945 perajin industri rumah tangga ciu Bekonang hanya berjumlah 20-an orang dan hasil produksinya kurang lebih hanya 10 liter per hari. Antara tahun 1961-1964, industri alkohol sudah mulai ada kemajuan, yaitu ada peningkatan kadar alkohol dari 27% menjadi 37% dengan peralatan yang juga masih sangat sederhana. Kini, alkohol telah dipasarkan mencapai hampir ke seluruh wilayah Karesidenan Surakarta, Surabaya, Kediri, dan lain-lain. Dampaknya, taraf hidup masyarakat Bekonang pun meningkat karena dapat bermobilisasi secara horizontal maupun vertikal.

Minuman asal Bekonang Sukoharjo ini rupa-rupanya dijual cukup murah. Bermodal Rp. 15.000,- , Kalian sudah bisa menikmatinyaKarena murahnya harga banyu gendeng (minuman yang bisa bikin gila) ini, ciu sering diasosiasikan sebagai sebuah perlawanan dari rakyat jelata terhadap serangan gaya hidup global melalui masuknya minuman-minuman “modern” ala Coca Cola atau Sprite dan Fanta. Lebih dari itu, minuman ini juga menjadi semacam pelarian mudah dan murah bagi kalangan kaum “rendahan” untuk menikmati flying dan mendem (mabuk) di kala malam yang dingin. Bila dibandingkan dengan minuman keras beralkohol produk-produk luar negeri yang harganya relatif mahal, maka ciu telah menjadi solusi.
Kendatipun disebut dan dikonotasikan sebagai minuman para preman dan pekerja-pekerja kelas rendahan, pada akar sejarahnya minuman ciu ini sebenarnya justru berasal dari sebuah budaya menyimpang Kraton yang dipengaruhi oleh bujukan para penjajah Belanda.



Soto trisakti solo, kuliner yang melegenda dari generasi ke generasi

Tidak hanya tempat wisata bersejarah dan kebudayaan  yang sudah banyak didatangi oleh para wisatawan Mancanegara. kulinernya juga  sering diburu
Namun, tetap saja jika kamu traveling ke Solo jangan pernah melewatkan untuk mencicipi soto trisakti , Nggak mau kan kamu menyesal hanya karena tidak mencicipi makanan khas solo ini.


Baca juga : Wedang Dongo  , kehangatan khas solo


soto trisakti jalan kalilaranga no 61- solo | sumber:travfood.blogspot

Soto Trisakti merupakan soto daging sapi yang beralamat di jl. Kalilarangan No. 61 (Kalilarangan), Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia, yang sudah berdiri sejak tahun 1962 dirintis oleh Ahmad Dikromo. Pada awalnya warung soto ini merupakan warung kaki lima yang letaknya menempel di Bioskop Trisakti, tapi setelah bioskop Trisakti tutup, maka warung soto trisakti berpindah ke selatan jalan sampai dengan sekarang. Haji Suparno adalah generasi ketiga yang menjalankan bisnis soto trisakti ini.


soto trisakti | sumber:sototrisakti.blogspot
tak heran bila pengunjungnya adalah pengunjung pengunjung lama yang memiliki kenangan dengan Soto ini atau bahkan melewati masa kecilnya dengan menikmati kelezatan Soto Trisakti Solo bersama orang tersayang.
Seperti halnya Soto Daging lain di Solo, penyajiannya soto dan nasi dicampur dalam satu mangkok, bila anda menghendaki pisah antara Nasi dan Kuah Soto jangan lupa untuk memesan dari awal.
Penyajiannya dalam mangkok mangkok yang sudah disiapkan dan diisi nasi, taburan toge dan seledri. Bila anda memesan, bapak penjualnya tinggal menambahkan irisan daging empat sampai dengan lima potong, kemudian disiramkan kuah bening yang terasa segar dan sedap plus taburan bawang goreng sebelum disajikan.

Sampai di meja anda dengan uap panas tipis yang menimbulkan aroma sedap yang membangkitkan selera anda. Sangat pas untuk dijadikan menu sarapan pagi yang secara porsinya tidak terlalu besar.
Warunsg Soto Trisakti Solo ini rame dikunjungi di jam jam Sarapan ataupun Jam makan Siang. Seperti Soto daging sapi atau ayam lainnya di Solo, disini disediakan aneka lauk pauk jeroan, babat yang empuk, usus, hingga tahu ataupun tempe goreng yang rasanya khas. Yang bisa minta diiris iris kemudian ditambahkan kedalam mangkok Soto anda.

jadi kapan kalian traveling ke solo?


Baca juga : 8 makanan khas solo, yang wajib kalian coba


Jumat, 30 Maret 2018

Candi cetho



Candi Cetho adalah sebuah prasasti peninggalan bersejarah umat Hindu dari kerajaan adidaya Majapahit. Obyek wisata di Karanganyar ini juga memang belum begitu terkenal namun keindahan yang dimiliki tidak kalah dengan candi lainnya di Indonesia seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Lokasi Candi Cetho sebenarnya juga berdekatan dengan candi lainnya yaitu Candi Sukuh yang sama-sama berlokasi di perbukitan.
Lokasi wisata Candi Cetho ini berada di lereng Gunung Lawu, sehingga ketika anda memasuki space wisata, anda akan disuguhkan dengan suburnya pepohonan disekitar lereng gunung. Dimana obyek wisata di Karanganyar ini berada di ketinggian mencapai 1.496 mdpl, sehingga hawa sejuk akan terasa ketika anda memasuki space wisata Candi Cetho.
Alamat Candi Cetho berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Melihat lokasi dari obyek wisata Candi Cetho yang cukup tinggi, tentu untuk perjalanan ke Candi Cetho membutuhkan kondisi kendaraan prima. Bila tidak, bisa-bisa anda tidak bisa sampai dan menikmati keindahan yang diberikan Candi Cetho dari atas bukit.
Rute menuju ke Candi Cetho memang sedikit susah, tapi anda akan mendapatkan kenangan liburan yang tak terlupakan. Anda juga bisa mampi ke obyek wisata kebuh teh Kemuning tentu dengan membayar tiker masuk terlebih dahulu.
Untuk bisa mengunjungi obyek wisata Candi Cetho, anda bisa melalui rute dengan mengikuti papan penunjuk jalan menuju ke Candi Cetho atau bisa melalui peta Candi Cetho Karanganyar yang ada pada Smartphone anda. Sebagai salah satu obyek wisata yang memiliki nilai bersejarh, tentu tidak lepas dari beberapa mitos Candi Cetho dan misteri Candi Cetho yang beredar di masyarakat.
Sejarah Candi Cetho hingga sampai menjadi obyek wisata di Karanganyar tidak lepas dari jasa sang penemu candi yaitu Van de Vlies. Pemuda yang berasal dari Belanda ini secara tidak sengaja menemukan prasasti peninggalan kerajaan Majapahit pada tahun 1842. Awalnya Candi Cetho masih berupa reruntuhan batu yang terdapat di 14 teras.
Hingga pada tahun 1970 dilakukan pemugaran Candi Cetho oleh Humardani, yang merupakan asisten pribadi dari Presiden Soeharto kala itu. Hingga sampai saat ini, obyek wisata Candi Cetho menjadi salah satu obyek wisata anda Karanganyar dan obyek wisata Karanganyar yang populer. Setiap harinya obyek wisata ini selalu ramai dikunjungi wisatawan baik dari dalam kota hingga luar kota.
Selain itu didalam space wisata juga dilengkapi dengan fasilatas yang bisa digunakan oleh pengunjung selama berada didalam space wisata Candi Cetho. Fasilitas tersebut seperti bathroom, tempat ibadah, penjual oleh-oleh dan tentu tidak lupa warung makan yang menjual berbagai macam jenis makanan dan minuman yang sedap dengan harga terjangkau.
Untuk bisa menikmati itu semua, tentu anda harus membayar tiket masuk terlebih dahulu. Berbicara mengenai harga tiket masuk Candi Cetho, pihak pengelola membandrol harga yang tidak terlalu mahal. Sehingga semua kalangan masyarakat bisa menikmati keindahan candi yang berada di Lereng Gunung Lawu ini. Berikut ini adalah informasi mengenai Daftar Harga Tiket Masuk Candi Cetho Terbaru yang bisa menjadi referensi untuk anda yang akan mengunjungi wisata Candi Cetho.
Tiket MasukHarga
Wisatawasn DomestikRP. 7.000
Wisatawasn MancanegaraRp. 35.000
Sewa Kain PolengRp. 5.000 / seikhlasnya
Taman Puri SarasvatiTp. 2.000
Parkir MotorRp. 2.000
Parkir MobilRp. 5.000